Syekh Raid Shalah merupakan pribadi yang begitu masyhur karena perannya dalam menghadapi politik dan konspirasi Zionis dalam meyahudiisasi Al Quds (Yerusalem) dan masjid Al Aqsa. Ia memiliki pengalaman dan sejarah panjang dalam melindungi situs-situs suci dan wakaf-wakaf Islam di Palestina yang terjajah, khususnya masjid Al Aqsa, yang membuat nya dijuluki sebagai Syekh Al Aqsa. Karena usaha keras dan jihadnya dalam membela masjid Al Aqsa, maka ia memperoleh King Faisal Award pada tahun 2013.
Kelahiran dan Masa Pertumbuhan
Syekh Raid Shalah lahir pada tahun 1958 di dalam keluarga Abu Syaqrah, di kota Ummu Al Fahm yang terletak di Palestina bagian utara. Ia berasal dari keluarga Palestina yang menolak untuk eksodus karena penjajahan Zionis atas negara Palestina pada tahun 1948. Ia menyelesaikan pendidikannya hingga jenjang Sekolah Menengah Atas di beberapa sekolah yang terdapat di daerah Ummu Fahm dan memperoleh gelar sarjana Syariah dari Universitas Al Khalil Al Islamiyah.
Syeikh Raid Shalah memulai aktifitas islamnya bagitu dini, ketika ia bersinggungan dengan pemikiran jama’ah Ikhwanul Muslimin. Kemudian ia aktif berda’wah di Palestina, khususnya kawasan-kawasan jajahan 1948.
Aktifitas Politik
Syekh Raid Shalah merupakan salah satu pendiri gerakan Al Harokah Al Islamiyah di dalam Palestina (jajahan 1948) pada awal dekade tujuh puluhan. Kemudian ia menjadi salah satu pemimpin senior Al Harokah Al Islamiyah dan menjadi ketua Sayap Utara sejak tahun 1996.
Ia terpilih menajadi walikota Ummu Fahm selama tiga kali. Lalu pada tahun 2000, ia mengundurkan diri dari posisinya demi mendedikasikan diri pada Yayasan Al Quds untuk Rekonstruksi Situs-Situs Islam. Yayasan ini merupakan LSM yang bertujuan untuk menjaga dan melindungi masjid Al Aqsa.
Membela Masjid Al Aqsa
Syekh Raid Shalah merupakan salah satu pembela masjid Al Aqsa yang menonjol. Ia dikenal atas perannya dalam membongkar penggalian-penggalian terowongan ilegal yang dilakukan oleh penjajah Zionis di bawah masjid Al Aqsa dan kawasan-kawasan berisiko lainnya di sekitar Al Aqsa. Bahkan ia berkonfrontasi langsung dengan operasi penggalian-penggalian tersebut. Ia bersama kawan-kawanya memiliki peran yang sangat luar biasa dalam memakmurkan kembali mushalla Al Marwani dan membuka pintu-pintunya serta melindungi nya dari penyitaan yang dilakukan oleh penjajah. Ia juga berhasil membuka kembali mushalla Al Aqsa Lama dan membersihkan halamannya serta memberikan nya penerangan. Kemudia ia membangun toliet dan tempat wudhu di pintu Al Hiththah, Al Asbath, Faishal dan Al Majlis.
Ia beserta kawan-kawannya juga menjalankan proyek Kampanye Al Bayariq untuk memfasilitasi dan memudahkan para penduduk Palestina sampai ke masjid Al Aqsa. Proyek ini sendiri telah berhasil dalam menggagalkan semua rencana untuk mengkosongkan masjid Al Aqsa dari kaum muslimin. Mereka berperan aktif dalam menghidupakan kembali majelis-majelis ilmu di teras-teras masjid Al Aqsa. Mereka berkontribusi dalam proyek Shunduq Thifl Al Aqsa (pengumpulan dana bagi anak-anak Al Aqsa) yang menyantuni lebih dari 16.000 anak, menyelenggarakan kompetisi internasional “Baitul Maqdis dalam Bahaya” dan program-program lain yang bertujuan untuk mengingatkan adanya permasalahan Palestina dan mendorong orang-orang Palestina yang berada dalam wilayah jajahan untuk menjaganya (Baitul Maqdis), seperti festival-festival dengan tema “Al Aqsa dalam Bahaya”. Syekh Raid Shalah juga pernah membantu pembuatan dan penerbitan beberapa film dokumenter dan buku-buku tentang masjid Al Aqsa. Di antara film dokumenter tersebut berjudul Al Murabithun, buku yang berjudul “Dalil Kiblat Pertama” dan film pendek yang berjudul “Al Aqsa dalam Blokade”. Hal ini pula yang kemudian membuat nya harus menghadapi introgasi dari penjajah Zionis dan larangan untuk bepergian atau untuk masuk ke dalam masjid Al Aqsa, bahkan penangkapan dan usaha pembunuhan.
Penjajah Zionis Israel Menjadikan nya target
Pada tahun 1981 Syekh Raid Shalah ditangkap karena tuduhan mempunyai hubungan organisasi terlarang “Usroh Al Jihad” (Keluarga Jihad). Setelah bebas dari penjara, ia kemudian dijadikan tahanan rumah.
Pada tahun 2000, tepatnya pada hari-hari pertama meletusnya Intifadhah Al Aqsa, ia mengalami percobaan pembunuhan di mana ia tertembak tepat di kepala.
Pada tahun 2002, Pengadilan Tinggi menolak petisi yang diajukan oleh Syekh Raid Shalah untuk membatalkan perintah yang dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri terkait dengan pelarangannya untuk melakukan perjalanan keluar dan meninggalkan negara tersebut. Pengadilan memutuskan, pada saat itu, bahwa Dinas Keamanan Publik berhak membatasi kebebasannya dalam bergerak dan berpindah tempat.
Pada tahun berikutnya, 2003, penjajah Zionis kembali menangkap Syekh Raid Shalah dengan tuduhan bahwa ia terlibat pencucian uang untuk HAMAS yang bertujuan untuk membela dan melindungi situs-situs suci dan wakaf-wakaf Islam khususnya masjid Al Aqsa.
Meski demikian, Syekh Raid Shalah tetap membela dan melindungi situs-situs suci Islam sampai ia dilarang untuk memasuki Al Quds (Yerusalem) pada tahun 2009. Kemudian setahun berikutnya, pengadilan Israel mengeluarkan keputusan untuk memenjarakannya selama sembilan bulan. Responnya ketika itu adalah: “Kami akan membela dan mempertahankan Masjid Al Aqsa bahkan dari dalam penjara.”
Pada tanggal 31 Mei 2010, Syekh Raid Shalah berpartisipasi dalam armada kebebasan yang bertujuan menembus dan membuka blokade atas Jalur Gaza, di mana armada tersebut menjadi sasaran pembajakan oleh kapal perang Israel di perairan internasional. Sembilan aktivis mati syahid dan lebih dari 38 terluka. Dia sendiri ditangkap, setelah usaha untuk membunuhnya, ketika armada tersebut dipaksa berlabuh di pelabuhan Ashdod.
Sebagai bagian dari kampanye untuk menargetkan Al Aqsa dan gerakan Ribath (penjagaan atas Al Aqsa), maka pemerintah penjajah Israel melarang gerakan Al Harokah Al Islamiyah yang dipimpin oleh Syekh Shalah, pada November 2015, dengan dalih terlibat dalam kegiatan yang menghasut Israel. Hal itu tak lebih karena ia merupakan pendukung utama dalam membela dan melindungi masjid Al Aqsa.
Pada tahun 2016, Syekh Raid Shalah dijatuhi hukuman penjara selama sembilan bulan disebabkan kasus “wadi Al Jauz”. Kasus ini bermula sejak tahun 2007, yaitu setelah ia menyampaikan khutbah jumat di distrik Wadi Al Jauz yang terletak di daerah Al Quds (Yerusalem) tak lama setelah pasukan penjajah, yaitu tanggal 6 Februari 2007, melarang kaum muslimin untuk melaksanakan shalat jumat di masjid Al Aqsa dan operasi-operasi penghancuran yang telah sampai merambah kawasan pintu Al Magharibah dan bisa menagakibatkan kepada penghancuran masjid Al Aqsa secara keseluruhan. Kejaksaan Agung penjajah Israel ketika itu mengutip salah satu perkataan Syekh Raid Shalah dalam khutbahnya ini, “pemerintah Zionis Israel ingin membangun Haikal yang digunakan untuk ritual-ritual agama Yahudi. Betapa memalukannya! Betapa dustanya! Mereka tidak akan mungkin bisa membangun Haikal, karena darah kami masih melekat dan membanjiri pakain, rumah, makanan dan minuman para jenderal teroris Israel.”
Ketika Syekh Raid Shalah akan menjalani hukumannya, ia diantar oleh masyarakat yang tumpah ruah dari kota Ummu Fahm sampai ke penjara tempat ia akan menjalani masa tahanannya. Sebelum memasuki penjara, ia kemudian menyampaikan pesan kepada masyarakat yang mengantar nya, “ini bukanlah detik-detik perpisahan, namun merupakan masa untuk memperbaharui janji dan baiat keteguhan dan komitmen kita sebagai bangsa Arab dan Palestina. Dan kebahagiaan kita yang sesungguhnya adalah ketika kelak Masjid Al Aqsa terbebas dari penjajahan dan cengkraman Zionis Israel.”
Syekh Raid Shalah dibebaskan pada tanggal 17 Januari 2016 setelah ditahan selama sembilan bulan. Meskipun ia telah dibebaskan, tapi ruang geraknya masih tetap dibatasi. Ia dilarang untuk bepergian dan masuk ke kawasan kota Al Quds (Yerusalem) serta masjid Al Aqsa. Sebelum kemudian ia kembali ditangkap.
Setelah kemenangan para penduduk Al Quds dalam Kebangkitan pintu Al Asbath (aksi perlawanan yang dilakukan oleh penduduk Al Quds di pintu Al Asbath-pen.) yang memaksa Zionis Israel untuk membongkar pintu pemeriksaan elektronik (metal detector), maka pemerintah penjajah Israel ingin membuat jera para pemimpin aksi perlawanan tersebut. Maka pada tanggal 15 Agustus 2017, mereka menangkap Syekh Raid Shalah di rumahnya yang berada di kota Ummu Fahm dan membawanya untuk diintrogasi. Hal itu setelah kampanye hasutan yang dilakukan oleh Israel sebagai cara untuk mejadikan Syekh Raid sebagai target setiap terjadi konflik atau peristiwa di masjid Al Aqsa. Kemudian pengadilan penjajah Israel memperpanjang masa penahanannya beberapa kali dan memutuskan untuk meneruskan penahanannya hingga proses peradilan terhadap nya selesai. Lalu pada tanggal 15 Februari 2018, pengadilan penjajah Israel memperpanjang penahanannya, dalam kurungan isolasi, selama enam bulan atas permintaan otoritas penjara.
Tentang proses pengadilannya ini, Khalid Zabariqah sebagai pengacara Syekh Raid Shalah mengatakan, “Syekh dilarang untuk menyampaikan pernyatan di media, akan tetapi ia mengahadapi keputusan itu dengan senyum tersungging. Ketika ia keluar dari ruang peradilan, ia mengepalkan tangannya seraya mengatakan, “kalian harus tetap teguh (dalam perjuangan)!”
Setelah hampir setahun di dalam penjara, Syekh Raid kemudian dipindahkan ke penjara dalam bentuk lain, yaitu dijadikan sebagai tahanan rumah pada tanggal 6 Juli 2018 dengan cara yang begitu kejam dan zalim. Ia diasingkan dari rumahnya dan dipaksa untuk menyewa sebuah rumah di daerah Kafr Kana yang begitu jauh dari rumahnya yang terletak di kota Ummu Fahm. Penjajah Israel juga memakaikan nya sebuah gelang elektronik untuk memastikan nya tidak meninggalkan rumah tersebut. Ia juga dilarang untuk bertemu dengan handai taulanya kecuali keluarga dekat, dilarang berkomunikasi dengan media, dilarang melaksanakan shalat di masjid dekat rumah dan bahkan dilarang untuk melaksanakan shalat jumat atau bertemu dengan masyarakat sekitar.
Pada tanggal 31 Desember 2018, Mahkamah Zionis memutuskan untuk memindahkan nya sebagai tahanan rumah ke kotanya sendiri yaitu kota Ummu Fahm. Tapi tetap dengan syarat-syarat kejam dan zalim sebelum nya, yang membatasi segala aktifitasnya sebagai seorang manusia merdeka.
Syekh Raid Shalah, yang senantiasa berteriak untuk mengingatkan ummat ini bahwa “Al Aqsa dalam bahaya”, akan tetap menjadi pelopor pembela kota Al Quds dan penjaga masjid Al Aqsa.