Halwani …Perempuan Pertama yang Dilarang untuk Memasuki Masjid Al Aqsa

by admin
4028 views

Halwani … Penangkapan dan Pelarangan (untuk Memasuki Masjid Al Aqsa) Tidak Akan Merubah Cintanya kepada Al Aqsa

Ia merupakan perempuan pertama yang dilarang oleh penjajah Israel untuk memasuki masjid Al Aqsa dan Kota Tua selama enam bulan. Namanya terdapat pada deretan pertama dalam daftar  orang-orang yang dilarang untuk memasuki masjid Al Aqsa. Selepas masa pelarangan, ia kembali dengan keputusan untuk membela masjid Al Aqsa. Karena penjajah Israel membuat sebuah keputusan untuk melarang nya memasuki masjid Al Aqsa, maka ia membuat keputusan untuk melakukan ribath di salah satu pintu masjid Al Aqsa untuk memperoleh kemulian dengan membela kehormatan umat ini. Dia lah Hanadi Halwani.

Identitas Diri

Hanadi Halwani, 37 tahun, lahir di Al Quds (Yerusalem). Menetap di distrik Wadi Al Jauz di Al Quds. Memperoleh gelar sarjana (BA) dalam bidang Layanan Sosial dan Keluarga dari Universitas Terbuka Al Quds dan sarjana dalam bidang Al Quran dari Badan Wakaf Yordania dan Yayasan Pelestarian Al Quran Yordania.

Al Aqsa adalah Prioritas Utamanya ..

Murabithah Halwani adalah seorang ibu dari empat anak. Kecintaan dan kepeduliannya terhadap keluarga tidak menjadi penghalang bagi nya untuk menjadikan masjid Al Aqsa sebagai keluarga utamanya. Masjid Al Aqsa adalah prioritas utama dalam hidupnya. Ia, suami dan anak-anaknya telah menjadikan jiwa-jiwa mereka sebagai tebusan untuk membela dan membebaskan masjid Al Aqsa.

Perjalan awal Hanadi dimulai dengan masjid Al Aqsa. Sebuah perjalanan yang terjalin permanen dan begitu kokoh. Sebuah perjalanan yang berjalin dengan Al Quran. Sebab itu Hanadi mempelajari Al Quran di Daar Al Quran Al Aqsa sejak tahun 2008. Pada tahun 2010 ia terlibat dalam Mashathib Al Quran sebagai seorang pengajar Al Quran di Al Aqsa dan telah memberikan ijazah kepada puluhan siswi.

Penangkapan dan Ancaman ..

Kami pernah mewawancarai Hanadi tentang pengalamannya ketika ditangakap. Ia pun berceritra, “aku ditangkap kurang lebih enam belas kali. Tidur di penjara tiga kali; kali pertama selama sehari semalam di penjara Maskubiah, kali kedua selama enam hari di penjara Ar Ramlah dan kali ketiga di penjara yang sama selama tujuh hari. Pada hari-hari tersebut aku harus menghadapi introgasi berjam-jam lamanya, diikat dengan besi di tangan dan kaki, dan mederita ketika ditransfer dari penjara satu ke penjara lainnya. Aku juga menghadapi ancaman yang bertubi-tubi; seperti diancam akan diasingkan ke Gaza atau turki dan diancam akan mengalami pemotongan asuransi kesehatan dan nasional serta pencabutan identitas Al Quds (Yerusalem). Selama proses introgasi dan penangkapan-penangkapan tersebut, aku mengalami pelecehan secara verbal dan usaha agar aku melepaskan hijab. Setiap kali aku menolak (untuk melepas hijab), maka aku akan dihukum dengan ditempatkan di sel isolasi. Hal itu terjadi dua kali ketika aku di penjara Ar Ramlah. Selama masa penahanan, aku di tempatkan dalam sel yang teramat mengenaskan yang tidak layak ditempati oleh seorang manusia. Rumahku juga didobrak dan apa yang terdapat di dalamnya ikut dihancurkan. Banyak perangkat, perkakas, kertas-kertas dan dokumen-dokumen yang disita.”

Larangan (untuk masuk ke dalam Masjid Al Aqsa) yang terus menerus ..

Murabithah Halwani telah menerima begitu banyak keputusan larangan untuk memasuki masjid Al  Aqsa. Saking banyaknya, ia bahkan tidak bisa menghitung nya. Kali pertama adalah selama dua bulan, kali kedua selama dua minggu, kali ketiga selama tiga bulan. kemudian keluar empat keputusan pelarangan, yang terjadi dua tahun yang lalu, yang berkisar antara satu dan tiga bulan dan periode terpanjangnya adalah enam bulan. Keputusan larangan tersebut adalah yang pertama kali diterima oleh seorang perempuan di Al Quds. Kemudian setelah itu, larangan untuk memasuki masjid Al Aqsa diikuti oleh larangan untuk masuk ke Kota Tua (Al Quds/Yerusalem) selama enam bulan.

Pada tahun 2015, namanya tercatat di bagian paling atas pada daftar orang-orang yang dilarang memasuki Al Aqsa sejak saat itu hingga sekarang. Penjajah Zionis Israel menamakan daftar ini dengan ‘daftar hitam’. Maka Hanadi sendiri menamakan daftar ini dengan ‘daftar emas’, karena daftar tersebut, seperti yang ia tuturkan, mengandung emas dan sutra Al Aqsa.

Dia tidak menyerah begitu saja dengan adanya keputusan ini. Maka ia berkomitmen untuk berdiri tegap di pintu-pintu masjid Al Aqsa. Melakukan ribath pada satu titik paling dekat dengan pintu-pintu tersebut. Ia mencetak brosur-brosur berbahasa inggris dan memakai pakaian khusus sebagai penanda orang-orang yang dilarang (masuk ke dalam masjid Al Aqsa) terutama syal (yang menandakan ia adalah termasuk bagian dari ‘daftar emas’).

Kerinduan dan Ribath

Murabithah Halwani pernah mengatakan, “aku memilih pintu As Silsilah denga rinci dan terukur, karena para penduduk ilegal Israel dan para turis biasanya keluar melalui pintu tersebut setelah menyerbu dan masuk secara ilegal ke dalam masjid Al Aqsa. Dengan berdiri tegap di pintu As Silsilah, aku telah menyampaikan pesan kepada penjajah Israel bahwa kita akan tetap teguh di atas tanah dan Al Aqsa kita dan bahwa kita tidak akan pernah melalaikan apa yang menjadi hak kita.

Hanadi adalah seorang murabithah yang teguh, yang tak bisa menyembunyikan ketegarannya ketika melihat Al Aqsa dari kejauhan tanpa bisa bersujud di halamannya yang mulia dan tak bisa menghapus rasa pedih karena perpisahan dengannya. Maka rindunya untuk shalat dan mengajarkan Al Quran di masjid Al Aqsa tidak bisa didefinisikan dengan kata-kata. Meski demikian, ia percaya bahwa tak ada kezaliman yang abadi. Ia percaya bahwa segala keputusan zalim yang dibuat oleh penjajah Israel pasti akan bisa dikalahkan dengan perlawanan yang disokong oleh kekuatan kebenaran.

Related Articles